Pada zaman dahulu kala diceritakan ada seorang guru sufi memiliki enam puluh murid. Karena kedekatannya, sang guru pun hafal benar dengan kemampuan masing-masing muridnya. Pada suatu sore, sang guru merasa bahwa saatnya untuk melakukan pengembaraan sudah tiba bagi murid-muridnya.
Lalu sang guru sufi itu mengumpulkan semua murid-muridnya. Dia ingin menyampaikan rencananya untuk melakukan tahapan pengembaraan.
“Sekarang saatnya kita harus melakukan pengembaraan yang jauh. Akan ada sebuah kejadian di sepanjang perjalanan yang akan menimpa kita. Aku sendiri tidak tahu, apa itu. Dan kalian, aku piker sudah cukup paham untuk memasuki tahapan pengembaraan ini,” demikian urai sang guru sufi. “Tapi ada satu hal yang harus kalian ingat, yakni perkataan ini: ‘Aku harus mati demi sang sufi.’ Bersiaplah untuk meneriakkannya pada waktunya nanti. Dan aku akan mengangkat tanganku sebagai tanda,” lanjut sang guru sufi.
Para murid mulai berbisik-bisik satu sama lain. Mereka begitu heran dan khawatir, apa maksud dari perkataan gurunya? Ada kecurigaan menyelimuti mereka.
“Guru tahu bahwa kelak akan terjadi peristiwa tragis, dan dia siap mengorbankan kita semua. Guru tidak ingin mengorbankan dirinya sendiri,” kata seseorang dari mereka.
Salah seorang yang lain mencoba berani berkata: “Guru mungkin sudah membuat rencana jahat, boleh jadi itu sebuah pembunuhan. Saya tidak akan melakukan syarat yang diperintahkannya.”
bersambung...
Saturday, June 14, 2008
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment