Monday, June 30, 2008

Take care of Toksoplasma

Toksoplasmosis merupakan suatu penyakit zoonosis, yaitu penyakit pada hewan yang ditularkan kepada manusia. Penyakit ini disebabkan oleh suatu parasit yang dikenal dengan nama Toxoplasma gondii, yang dapat menginfeksi hewan dan manusia. Diperkirakan sepertiga penduduk dunia menderita toksoplasmosis, tetapi kebanyakan penderita tidak menunjukkan adanya suatu gejala klinis, karena adanya sistem kekebalan tubuh yang mempertahankan diri terhadap parasit tersebut. Namun toksoplasmosis dapat menjadi masalah yang berat jika terjadi pada bayi baru lahir dan orang dengan sistem kekebalan tubuh yang melemah.

Toxoplasma gondii, parasit penyebab toksoplasmosis, biasanya menginfeksi hewan berdarah panas, termasuk manusia. Biasanya parasit ini menginfeksi hewan famili felid (kucing). Parasit ini mudah mati pada suhu yang panas, kekeringan, dan pembekuan. Selain itu parasit toksoplasma juga mudah mati bila terjadi pembekuan darah dan kematian pada induk semangnya.
Manusia dapat terinfeksi parasit toksoplasma melalui beberapa cara, yaitu melalui oral, transmisi darah, atau transmisi transplasenta. Penularan melalui cara oral dapat terjadi bila manusia mengonsumsi makanan atau minuman yang terinfeksi oleh agen penyebab toksoplasmosis seperti susu sapi segar, atau daging yang belum sempurna dimasak dari hewan yang terinfeksi toksoplasmosis. Transmisi juga dapat terjadi melalui kontak mulut-tangan atau dari peralatan masak lainya setelah mengolah daging mentah.
Toksoplasma juga dapat ditularkan dari ibu hamil yang menderita toksoplasmosis ke bayi yang dikandungnya. Kurang lebih sepertiga wanita hamil yang menderita toksoplasmosis menularkanya kepada bayi yang dikandungnya. Waktu terjadinya infeksi toksoplasma pada ibu yang akan melahirkan sangat berperan dalam menentukan tingkat keparahan dari infeksi toksoplasma pada bayi yang dikandungnya. Jika infeksi toksoplasma terjadi lebih dari 6 bulan sebelum konsepsi, maka risiko penularan infeksi dari ibu ke bayi sangat kecil. Jika infeksi terjadi kurang dari 6 bulan sebelum konsepsi maka risiko penularan dari ibu ke bayi melalui plasenta makin tinggi. Jika ibu terinfeksi toksoplasma pada saat trisemester pertama, biasanya insiden transmisi melalui plasenta ke bayi yang dikandungnya rendah, namun penyakit yang timbul pada bayi biasanya berat. Jika ibu terinfeksi pada trisemester ketiga, biasanya insiden transmisi dari ibu ke bayi tinggi, namun penyakit yang ditimbulkan biasanya ringan.
Cara penularan lain, dengan angka kejadian yang lebih rendah, dapat terjadi dengan cara tranfusi darah dari individu yang terinfeksi toksoplasmosis. Selain itu penularan juga dapat terjadi setelah transplantasi organ atau produk organ yang telah terkontaminasi dengan parasit toksoplasma.

Gejala
Pada 80% - 90% penderita toksoplasmosis tidak menunjukkan gejala sama sekali (asimptomatik). Pada beberapa penderita biasanya didapatkan adanya perbesaran kelenjar getah bening di bagian leher (cervical lymphadenopathy). Beberapa penderita juga dapat mengalami sakit kepala, demam (biasanya di bawah 40oC), lemah, dan lesu. Sebagian kecil penderita mungkin mengalami nyeri otot (mialgia), nyeri tenggorokan, nyeri pada bagian perut, dan kemerahan pada kulit. Gejala-gejala tersebut dapat menghilang dalam waktu beberapa minggu, kecuali perbesaran kelenjar getah bening di bagian leher yang dapat bertahan selama beberapa bulan. Jika penyakit berlanjut maka dapat menimbulkan komplikasi berupa radang paru (pneumonia), radang pada jaringan otot jantung (miokarditis), radang pada selaput luar jantung (perikarditis), dan lainya.
Bayi yang dikandung oleh ibu yang menderita toksoplasmosis mempunyai risiko yang tinggi untuk menderita toksoplasmosis kongenital. Anak dengan toksoplasmosis kongenital dapat menunjukkan gejala kelainan neurologis seperti hidrosefalus, mikrosefalus, retardasi mental dan kelainan pada mata (korioretinitis). Selain itu dapat juga terjadi gangguan pada saat kehamilan dan persalinan berupa abortus, lahir mati, atau lahir cacat.

Diagnosa
Diagnosis toksoplasmosis dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu dari gejala klinis, pemeriksaan darah atau jaringan tubuh penderita, dan pemeriksaan serologis. Diagnosis dari gejala klinis kadang kala agak sulit, dikarenakan sebagian besar penderita tidak menunjukkan gejala apapun (asimptomatik).
Diagnosis dapat ditegakkan jika ditemukan parasit di dalam jaringan atau cairan tubuh penderita. Hal ini dilakukan dengan cara menemukan secara langsung parasit yang diambil dari cairan serebrospinal, atau hasil biopsi jaringan tubuh yang lainya. Namun diagnosis berdasarkan penemuan parasit secara langsung jarang dilakukan karena kesulitan dalam hal pengambilan spesimen yang akan diteliti.
Pemeriksaan serologis dilakukan dengan dasar bahwa antigen toksoplasma akan membentuk antibodi yang spesifik pada serum darah penderita. Beberapa pemeriksaan serologi yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosis toksoplasmosis antara lain :
- Complement Fixation test
- Dye test Sabin Feldman
- Reaksi flouresensi antibodi
- Indirect Hemagglutination test
- Enzyme-Linked ImunnoSorbent Assay (ELISA)

Terapi
Kebanyakan penderita toksoplasmosis dapat sembuh tanpa diberikan pengobatan. Pada beberapa penderita dengan gejala toksoplasmosis yang berat atau penderita toksoplasmosis dengan penurunan sistem kekebalan tubuh, maka diperlukan pengobatan dengan kombinasi antibiotik pirimetamin dan sulfadiazine. Pengobatan biasanya diberikan dalam jangka waktu 3 sampai 6 minggu.
Pada ibu hamil dengan toksoplasmosis biasanya diberikan terapi dengan antibiotik spiramisin. Pengobatan ini diharapkan dapat mengatasi infeksi toksoplasma pada ibu serta mengurangi risiko terjadinya toksoplasmosis kongenital pada bayi.

Source: Fortunestar

No comments: