Pasukan Israel sudah mundur dari Jalur Gaza. Bukan berarti persoalan selesai. Kejahatan perang Israel terhadap rakyat Palestina harus dibongkar. Kubu Israel tetap berkilah soal roket Hamas ke wilayah mereka. Lagu lama!
Kejahatan perang? Setidaknya begitulah keyakinan Rashidi Khalidi, inteligensia Palestina dan profesor studi Arab dan Timur Tengah di Columbia University, New York. Dia menyatakan bahwa penyerangan dan pembunuhan warga sipil di Palestina, baik oleh Israel maupun Hamas, secara potensial merupakan kejahatan perang.
Di masa lalu, Hamas sempat bentrok dengan anggota Al-Fatah Palestina dan mengusir mereka. Namun, warga sipil Palestina sempat pula jadi sasaran. Karena itu, pernyataan Khalidi bisalah dimengerti.
Hanya saja, mengenai serangan Israel ke Gaza, jelas menjadi kejahatan perang. Dalam hal ini, investigasi independen seharusnya dibentuk untuk menetapkan apakah Israel telah melaksanakan kejahatan perang di Gaza seusai dilancarkannya serangan militer belakangan.
Prof Richard Falk, mahaguru emeritus hukum internasional di Princeton University, AS, dan pakar independen hak asasi manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), menjelaskan, terdapat bukti Israel melanggar prinsip dasar kemanusiaan dan undang-undang perang. Mereka menggencarkan operasi militer berskala besar terhadap penduduk yang tak berdaya.
“Perlu diadakan investigasi secara independen mengingat terjadi pelanggaran besar terhadap Konvensi Jenewa dalam serangan Israel ke Gaza, yang seharusnya diperlakukan sebagai kejahatan perang,” kata Falk.
Falk menjelaskan, memang benar bahwa serangan roket yang diluncukan oleh Hamas ke Israel selatan juga merupakan bentuk pelanggaran hukum internasional. “Namun Israel telah melakukan kejahatan perang di Gaza,” katanya.
Menghadapi tudingan ini, utusan Israel untuk PBB, Aharon Leshno, menerangkan pendapat Falk sebagai pandangan yang bias. Leshno menyebut pandangan bias itu telah mendiskualifikasi Falk sebagai seorang pakar yang seharusnya bersikap netral. Israel selama ini menekankan operasi militernya ditujukan untuk menghentikan serangan roket Hamas.
Operasi militer Israel di Gaza berakhir Minggu (18/1) dengan dicapainya kesepakatan gencatan senjata antara Israel dan Hamas. Sekitar 1.300 warga Palestina tewas dan ribuan lainnya luka berat akibat serangan militer Israel. Sementara di pihak Israel, hanya 13 warga yang tewas.
Sampai saat ini, Pemerintah AS dan Uni Eropa serta Israel masih menganggap Hamas sebagai kelompok teroris yang bertekad untuk menghancurkan Israel. Karena itu, Hamas diboikot dan tidak diajak bicara. Negara-negara Barat lebih memilih berbicara dengan Presiden Palestina Mahmoud Abbas yang moderat.
AS dan Uni Eropa menegaskan tidak akan berbicara atau bahkan berunding dengan Hamas kecuali dengan beberapa syarat. Apa saja? Hamas mengakui Israel, menghentikan perlawanan bersenjata, dan menerima kesepakatan perdamaian yang ditandatangani Otoritas Palestina. Namun, tuntutan itu ditolak Hamas.
Negara-negara di Barat menyatakan bersedia berunding dengan Hamas jika Hamas menerima ‘solusi dua negara’ untuk mengakhiri konflik Palestina dan Israel. Hal ini juga masih ditolak Hamas.
Pemimpin Hamas, Khaled Meshaal di Suriah, telah mendesak negara-negara di Barat untuk mulai ‘mengajak bicara’ kelompok ini, membuka pemblokiran, sekaligus membuka perbatasan dan penyeberangan yang menghubungkan Gaza dengan dunia luar. Hamas memenangi pemilihan parlemen pada tahun 2006 dan ‘mengusir’ lawannya, Fatah, keluar Gaza dengan paksa di tahun 2007.
Meshaal juga protes kepada para pemimpin negara-negara Arab yang tidak mendukung Hamas ketika perang. Meshaal juga menuding Abbas meninggalkan perlawanan terhadap Israel. Untuk itu, Meshaal mengajak warga Palestina di Tepi Barat bergabung dengan Hamas di Gaza melawan pendudukan Israel.
Rashid Khalidi menegaskan, perundingan perdamaian Israel-Palestina mesti mencakup Hamas dan Fatah agar bisa tercapai kesepakatan. Namun, Hamas dan Fatah harus bersatu dulu untuk menghadapi Israel. Selama ini, Hamas dan Fatah saling berkelahi sehingga Israel makin digdaya di kawasan pendudukan.
source sabili
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment