Namun kemudian sang guru berteriak dengan suara lantang: “Terimalah hidupku wahai raja yang mulia, sebagai pengganti hidup pemuda yang tidak bersalah ini! Akulah yang sebenarnya harus dihukum, karena akulah yang mengajak dia mengembara!”
Pada waktu yang bersamaan, sang guru sufi itu mengangkat tangan kanannya. Lalu pekik menyahutpun membahana, seperti yang sudah diajarkan sebelumnya, “Izinkan kami saja yang mati sebagai ganti guru sufi kami itu!”
Raja menjadi kaget dan keheranan. Lalu dia berpaling kea rah penasihat dan bertanya: “Orang macam apa mereka? Kenapa mereka berebut kematian? Jika in yang dimaksud dengan kepahlawanan, apakah ini tidak berarti sedang memprovokasi penduduk untuk melawan aku? Beri tahu aku penasihat, apa yang harus aku lakukan?” Tanya sang raja, dicekam kebingungan.
“Wahai raja, kalau ini dianggap sebagai kepahlawanan, maka kita harus bertindak kejam agar penduduk takut dan hilang keberaniannya! Tapi saya kira tidak salah kalau saya lebih dahulu bertanya kepada guru mereka,” kata sang penasihat kepada raja.
Dan ketika ditanya, sang guru sufi menjawab: “Baginda yang mulia, telah diramalkan bahwa seorang manusia akan mati hari ini dan sini. Orang itu akan mati dan hidup lagi. Lalu dia akan hidup abadi. Makanya aku dan murid-muridku ingin sekali menjadi orang itu.”
Lalu tiba-tiba kerakusan dalam diri sang raja pun berbisik dalam hatinya: “Kenapa harus orang lain yang mendapatkan keabadian? Kenapa aku membiarkan orang lain untuk mendapatkan keabadian itu! Bodoh sekali aku.”
Dan entah bagaimana sejenak kemudian raja memerintahkan pengawalnya agar segera membunuh dirinya untuk menyongsong keabadian itu. Akhirnya raja yang zalim dan rakus akan kekuasaan itu harus mati demi keabadian.
****
No comments:
Post a Comment